Laman

Selasa, 24 Agustus 2010

Sepotong Roti Penebus Dosa

Abu Burdah bin Musa Al-Asy’ari meriwayatkan, bahwa ketika menjelang wafatnya Abu Musa pernah berkata kepada puteranya: “Wahai anakku, ingatlah kamu akan cerita tentang seseorang yang mempunyai sepotong roti.”

Dahulu kala di sebuah tempat ibadah ada seorang lelaki yang sangat tekun beribadah kepada Allah. Ibadah yang dilakukannya itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun. Tempat ibadahnya tidak pernah ditinggalkannya, kecuali pada hari-hari yang telah dia tentukan. Akan tetapi pada suatu hari, dia digoda oleh seorang wanita sehingga diapun tergoda dalam bujuk rayunya dan bergelimang di dalam dosa selama tujuh hari sebagaimana perkara yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri. Setelah ia sadar, maka ia lalu bertaubat, sedangkan tempat ibadahnya itu ditinggalkannya, kemudian ia melangkahkan kakinya pergi mengembara sambil disertai dengan mengerjakan solat dan bersujud.

Akhirnya dalam pengembaraannya itu ia sampai ke sebuah pondok yang di dalamnya sudah terdapat dua belas orang fakir miskin, sedangkan lelaki itu juga bermaksud untuk menumpang bermalam di sana, karena sudah sangat letih dari sebuah perjalanan yang sangat jauh, sehingga akhirnya dia tertidur bersama dengan lelaki fakir miskin dalam pondok itu. Rupanya di samping kedai tersebut hidup seorang Pendeta yang setiap malamnya selalu mengirimkan beberapa buku roti kepada fakir miskin yang menginap di pondok itu, masing-masingnya mendapat sepotong roti.

Pada waktu yang lain, datang pula orang lain yang membagi-bagikan roti kepada setiap fakir miskin yang berada di pondok tersebut, begitu juga dengan laki-laki yang sedang bertaubat kepada Allah itu juga mendapat bagian, karena disangka sebagai orang miskin.

Rupanya salah seorang di antara orang miskin itu ada yang tidak mendapat bagian dari orang yang membagikan roti tersebut, sehingga kepada orang yang membagikan roti itu ia berkata: “Mengapa kamu tidak memberikan roti itu kepadaku.”

Orang yang membagikan roti itu menjawab: “Kamu dapat melihat sendiri, roti yang aku bagikan semuanya telah habis, dan aku tidak membagikan kepada mereka lebih dari sepotong roti.”

Mendengar ungkapan dari orang yang membagikan roti tersebut, maka laki-laki yang sedang bertaubat itu lalu mengambil roti yang telah diberikan kepadanya dan memberikannya kepada orang yang tidak mendapat bagian tadi. Sedangkan keesokan harinya, orang yang bertaubat itu meninggal dunia.

Di hadapan Allah, maka ditimbanglah amal ibadah yang pernah dilakukan oleh orang yang bertaubat itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Ternyata hasil dari timbangan tersebut, amal ibadat yang dilakukan selama tujuh puluh tahun itu dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam.

Akan tetapi ketika dosa yang dilakukannya selama tujuh malam itu ditimbang dengan sepotong roti yang pernah diberikannya kepada fakir miskin yang sangat memerlukannya, ternyata amal sepotong roti tersebut lebih berat timbangannya dibanding dengan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu.

Kepada anaknya Abu Musa berkata: “Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang yang memiliki sepotong roti itu!”

Pelajaran dari Sang Kodok

Sekelompok kodok sedang berjalan-jalan melintasi hutan,dan dua di antara kodok tersebut jatuh kedalam sebuah lubang. Semua kodok-kodok yang lain mengelilingi lubang tersebut. Ketika melihat betapa dalamnya lubang tersebut,mereka berkata pada kedua kodok tersebut bahwa mereka lebih baik mati. Kedua kodok tersebut tak menghiraukan komentar itu dan mencoba melompat keluar dari lubang itu dengan segala kemampuan yang ada. Kodok yang lainnya tetap mengatakan agar mereka berhenti melompat dan lebih baik mati.

Akhirnya, salah satu dari kodok yang ada di lubang itu mendengarkan kata-kata kodok yang lain dan menyerah. Dia terjatuh dan mati. Sedang kodok yang satunya tetap meneruskan untuk melompat sedapat mungkin. Sekali lagi kerumunan kodok-kodok tersebut berteriak padanya agar berhenti berusaha dan mati saja. Dia bahkan berusaha lebih kuat dan akhirnya berhasil.

Ketika dia sampai diatas, ada kodok yang bertanya, “Apa kau tidak mendengar teriakan kami?”. Lalu kodok itu (dengan membaca gerakan bibir kodok yang lain) menjelaskan bahwa ia tuli. Akhirnya kodok2 sadar bahwa saat di bawah tadi kodok tuli itu menganggap mereka telah memberikan semangat kepadanya.

Renungan :
Kekuatan hidup dan mati ada di lidah. Kekuatan kata-kata yang diberikan pada seseorang yang sedang “jatuh” justru dapat membuat orang tersebut bangkit dan membantu mereka dalam menjalani hari-hari.

Kata-kata buruk yang diberikan pada seseorang yang sedang “jatuh” dapat membunuh mereka. Maka hati hatilah dengan apa yang akan diucapkan. Suarakan ‘kata-kata semangat (optimis)’ kepada mereka yang sedang menjauh dari jalur hidupnya. Kadang-kadang memang sulit dimengerti bahwa ‘kata-kata semangat’ itu dapat membuat kita berfikir dan melangkah lebih jauh dari yang kita perkirakan.

Semua orang dapat mengeluarkan ‘kata-kata semangat’ untuk membuat rekan dan teman atau bahkan kepada yang tidak kenal sekalipun untuk membuatnya bangkit dari keputus-asaanya, keterpurukan, ataupun kemalangannya.

Sungguh indah apabila kita dapat meluangkan waktu kita untuk memberikan semangat kekuatan bagi mereka yang sedang putus asa dan jatuh dalam keterpurukan. Karena bagaimanapun juga sebagian dari kita merupakan miliknya sehingga kita menjadi satu.

Jadilah seekor Elang

Tidak ada seorang pun yang dapat membuatmu melayani pelanggan dengan lebih baik. Itu karena pelayanan yang baik adalah sebuah PILIHAN

Harvey Mackay, menceritakan sebuah kisah tentang seorang pengemudi taksi yang membuktikan hal ini.

Suatu hari ia sedang mengantri menunggu taksi di sebuah airport. Ketika sebuah taksi mendekat hal pertama yang ia perhatikan adalah keadaan taksi tersebut yang tampak sudah digosok hingga mengkilap. Pengemudi taksi yang terlihat sangat rapi dalam kemeja putih, dasi hitam dan celana panjang hitam tersebut keluar dan memutari taksi tersebut untuk membukakan pintu untuk Harvey.

Dia memberi temanku sebuah kartu yang telah dilaminating dan berkata:
“Saya Wally, supir anda. Selagi saya memasukan barang-barang anda ke bagasi, saya harap anda bersedia untuk membaca pernyataan misi saya.”

Harvey mengambil dan membaca kartu tersebut.

Di sana tertulis:
Pernyataan Misi Wally: “Untuk mengantarkan penumpang saya ke tempat tujuan mereka dengan cara tercepat, teraman, dan termurah dalam lingkungan yang bersahabat”.

Hal ini sempat membuat Harvey terkejut.

Terutama ketika ia menyadari bahwa keadaan di dalam taksi tersebut persis sama dengan tampak luarnya. Bersih tanpa noda!

Sambil mengemudi, Wally berkata, “Apakah anda mau segelas kopi? Saya memiliki satu thermos kopi biasa dan satu decaf.”

Sambil bercanda teman saya berkata, “Tidak, saya lebih memilih soft drink.”

Wally tersenyum dan berkata, “Tidak masalah. Saya memiliki pendingin yang berisi Cola, Diet Cola, air, dan jus jeruk.”

Harvey berkata dengan hampir tergagap, “Baiklah saya akan mengambil Diet Cola.”

Sambil memberikan minuman kepada Harvey, Wally berkata, “Bila anda membutuhkan bacaan, saya punya Wall Street journal, Time, Sport illustration dan USA Today.”

Sambil menepi, Wally menawarkan teman saya sebuah kartu berlaminating yang lain. “Ini adalah beberapa daftar stasiun radio dan musik yang dimainkannya yang dapat diputar disini bila anda berkenan mendengarkan radio.”

Dan seakan semua itu tidak cukup, Wally memberitahu Harvey bahwa AC telah dinyalakan dan bertanya apakah suhunya sudah cukup nyaman untuknya.

Kemudian ia menyarankan rute terbaik menuju tempat tujuannya di waktu seperti saat itu.

Dia juga berkata bahwa ia akan sangat senang untuk mengobrol atau menceritakan tentang beberapa pemandangan, atau jika Harvey lebih memilih untuk dibiarkan sendiri.

“Wally, tolong beri tahu saya,” dengan kagum teman saya bertanya kepada pengemudi tersebut, “Apakah anda selalu melayani setiap penumpang seperti ini?”

Wally tersenyum melalui kaca spion depan.

“Tidak, tidak selalu, malahan hal ini baru saya lakukan dua tahun belakangan ini. Selama lima tahun pertama saya mengemudikan taksi, saya menghabiskan sebagian besar waktu saya untuk mengeluh sebagaimana yang dilakukan kebanyak pengemudi taksi. Hingga suatu hari saya mendengar guru pengembangan pribadi, Wayne Dyer, di radio. Dia baru saja menulis sebuah buku berjudul ‘Anda akan Melihatnya Ketika Anda Mempercayainya’.”

“Dyer berkata bila kamu bangun di pagi hari dan mengharapkan hari yang baik, namun kamu sering mengeluh dan bersikap negatif terhadap setiap keadaan. Maka kamu akan mendapati hari-hari yg buruk.”

“Dia berkata, ‘Berhentilah mengeluh! Buatlah dirimu berbeda dalam kompetisi. Jangan menjadi seekor bebek. Jadilah seekor Elang.’ Bebek terbiasa mengeluh sedangkan elang terbang tinggi di angkasa dengan penuh kedamaian dan kemenangan.”

Api dan Asap

Suatu ketika, ada sebuah kapal yang tenggelam diterjang badai. Semuanya porak poranda. Tak ada awak yang tersisa, kecuali satu orang yang berhasil mendapatkan pelampung. Namun, nasib baik belum berpihak pada pria ini. Dia terdampar pada sebuah pulau kecil tak berpenghuni, sendiri, dan tak punya bekal makanan.

Dia terus berdoa pada Tuhan untuk menyelamatkan jiwanya. Setiap saat, dipandangnya ke penjuru cakrawala, mengharap ada kapal yang datang merapat. Sayang, pulau ini terlalu terpencil. Hampir tak ada kapal yang mau melewatinya.

Lama kemudian, pria ini pun lelah untuk berharap. Lalu, untuk menghangatkan badan, ia membuat perapian, sambil mencari kayu dan pelepah nyiur untuk tempatnya beristirahat. Dibuatnya rumah-rumahan, sekedar tempat untuk melepas lelah. Disusunnya semua nyiur dengan cermat, agar bangunan itu kokoh dan dapat bertahan lama.

Keesokan harinya, pria malang ini mencari makanan. Dicarinya buah-buahan untuk penganjal perutnya yang lapar. Semua pelosok dijelajahi, hingga kemudian, ia kembali ke gubuknya. Namun, ia terkejut. Semuanya telah hangus terbakar, rata dengan tanah, hampir tak bersisa. Gubuk itu terbakar, karena perapian yang lupa dipadamkannya. Asap membubung tinggi, dan hilanglah semua kerja kerasnya semalam. Pria ini berteriak marah, “Ya Tuhan, mengapa Kau lakukan ini padaku. Mengapa?… Mengapa?”. Teriaknya melengking menyesali nasib.

Tiba-tiba…terdengar peluit yang ditiup. Tuittt…..tuuitttt. Ternyata ada sebuah kapal yang datang. Kapal itu mendekati pantai, dan turunlah beberapa orang menghampiri pria yang sedang menangisi gubuknya ini. Pria ini kembali terkejut, ia lalu bertanya, “Bagaimana kalian bisa tahu kalau aku ada disini? Mereka menjawab, “Kami melihat simbol asapmu!!”

Teman, sangat mudah memang bagi kita, untuk marah saat musibah itu tiba. Nestapa yang kita terima, tampak akan begitu berat, saat terjadi dan berulang-ulang. Kita memang bisa memilih untuk marah, mengumpat, dan terus mengeluh. Namun, teman, agaknya kita tak boleh kehilangan hati kita. Sebab, Tuhan selalu ada pada hati kita, walau dalam keadaan yang paling berat sekalipun.

Dan teman, ingatlah, saat ada “asap dan api” yang membubung dan terbakar dalam hatimu, jangan kecil hati. Jangan sesali semua itu. Jangan hilangkan perasaan sabar dalam kalbumu. Sebab, bisa jadi, itu semua adalah sebagai tanda dan simbol bagi orang lain untuk datang padamu, dan mau menolongmu. Sebab, untuk semua hal buruk yang kita pikirkan, akan selalu ada jawaban yang menyejukkan dari-Nya. Tuhan Maha Tahu yang terbaik buat kita. Jangan hilangkan harapan itu.

Kisah Sedih si Pencuci Piring

Siapa yang paling berbahagia saat pesta pernikahan berlangsung? Bisa jadi kedua mempelai yang menunggu detik-detik memadu kasih. Meski lelah menderanya namun tetap mampu tersenyum hingga tamu terakhir pun. Berbulan bahkan hitungan tahun sudah mereka menunggu hari bahagia ini. Mungkin orang tua si gadis yang baru saja menuntaskan kewajiban terakhirnya dengan mendapatkan lelaki yang akan menggantikan perannya membimbing putrinya untuk langkah selanjutnya setelah hari pernikahan. Atau bahkan ibu pengantin pria yang terlihat terus menerus sumringah, ia membayangkan akan segera menimang cucu dari putranya. “Aih, pasti segagah kakeknya,” impinya.

Para tamu yang hadir dalam pesta tersebut tak luput terjangkiti aura kebahagiaan, itu nampak dari senyum, canda, dan keceriaan yang tak hentinya sepanjang mereka berada di pesta. Bagi sanak saudara dan kerabat orang tua kedua mempelai, bisa jadi momentum ini dijadikan ajang silaturahim, kalau perlu rapat keluarga besar pun bisa berlangsung di sela-sela pesta. Sementara teman dan sahabat kedua mempelai menyulap pesta pernikahan itu menjadi reuni yang tak direncanakan. Mungkin kalau sengaja diundang untuk acara reuni tidak ada yang hadir, jadilah reuni satu angkatan berlangsung. Dan satu lagi, bagi mereka yang jarang-jarang menikmati makanan bergizi plus, inilah saatnya perbaikan gizi walau bermodal uang sekadarnya di amplop
yang tertutup rapat.

Nyaris tidak ada hadirin yang terlihat sedih atau menangis di pesta itu kecuali air mata kebahagiaan. Kalau pun ada, mungkin mereka yang sakit hati pria pujaannya tidak menikah dengannya. Atau para pria yang sakit hati lantaran primadona kampungnya dipersunting pria dari luar kampung. Namun tetap saja tak terlihat di pesta itu, mungkin mereka meratap di balik dinding kamarnya sambil memeluk erat gambar pria yang baru saja menikah itu. Dan pria-pria sakit hati itu hanya bisa menggerutu dan menyimpan kecewanya dalam hati ketika harus menyalami dan memberi selamat kepada wanita yang harus mereka relakan menjadi milik pria lain.

Apa benar-benar tidak ada yang bersedih di pesta itu? Semula saya mengira yang paling bersedih hanya tukang pembawa piring kotor yang pernah saya ketahui hanya mendapat upah sepuluh ribu rupiah plus sepiring makan gratis untuk ratusan piring yang ia angkat. Sepuluh ribu rupiah yang diterima setelah semua tamu pulang itu, sungguh tak cukup mengeringkan peluhnya. Sedih, pasti.

Tak lama kemudian saya benar-benar mendapati orang yang lebih bersedih di pesta itu. Mereka memang tak terlihat ada di pesta, juga tak mengenakan pakaian bagus lengkap dengan dandanan yang tak biasa dari keseharian di hari istimewa itu. Mereka hanya ada di bagian belakang dari gedung tempat pesta berlangsung, atau bagian tersembunyi dengan terpal yang menghalangi aktivitas mereka di rumah si empunya pesta. Mereka lah para pencuci piring bekas makan para tamu terhormat di ruang pesta.

Bukan, mereka bukan sedih lantaran mendapat bayaran yang tak jauh berbeda dengan pembawa piring kotor. Mereka juga tidak sedih hanya karena harus belakangan mendapat jatah makan, itu sudah mereka sadari sejak awal mengambil peran sebagai pencuci piring. Juga bukan karena tak sempat memberikan doa selamat dan keberkahan untuk pasangan pengantin yang berbahagia, meski apa yang mereka kerjakan mungkin lebih bernilai dari doa-doa para tamu yang hadir.

Air mata mereka keluar setiap kali memandangi nasi yang harus terbuang teramat banyak, juga potongan daging atau makanan lain yang tak habis disantap para tamu. Tak tertahankan sedih mereka saat membayangkan tumpukan makanan sisa itu dan memasukkannya dalam karung untuk kemudian singgah di tempat sampah, sementara anak-anak mereka di rumah sering harus menahan lapar hingga terlelap.

Andai para tamu itu tak mengambil makanan di luar batas kemampuannya menyantap, andai mereka yang berpakaian bagus di pesta itu tak taati nafsunya untuk mengambil semua yang tersedia padahal tak semua bisa masuk dalam perut mereka, mungkin akan ada sisa makanan untuk anak-anak di panti anak yatim tak jauh dari tempat pesta itu. Andai pula mereka mengerti buruknya berbuat mubazir, mungkin ratusan anak yatim dan kaum fakir bisa terundang untuk ikut menikmati hidangan dalam pesta itu.

Sekadar usul untuk Anda yang akan melaksanakan pesta pernikahan, tidak cukup kalimat “Mohon Doa Restu” dan “Selamat Menikmati” yang tertera di dinding pesta, tapi sertakan juga tulisan yang cukup besar “Terima Kasih untuk Tidak Mubazir”.

Sumber : coypembelajar.blogspot.com/2009/07/kisah-sedih-si-pencuci-piring-sebuah.html

KISAH SEBUAH CANGKIR

Sepasang kakek dan nenek sedang berada di toko souvenir untuk
mencari hadiah bagi ulang tahun cucunya yang tercinta. Kemudian mata
mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang sangat cantik. ” Lihat
cangkir itu”, kata si nenek pada suaminya. “Kau benar, ini adalah
cangkir tercantik yang pernah aku lihat!”, ujar si kakek. Mereka
kemudian menjulurkan tangan untuk mengambil cangkir tersebut. Tepat
saat tangan mereka menyentuhnya si cangkir tiba-tiba berbicara :

” Terima kasih atas perhatiannya. Perlu kalian ketahui, aku dulunya
tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi orang, aku hanyalah
seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari, ada seorang
perajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda yang berputar.”

” Aku berteriak-teriak karena pusing. :Stop! .. Stop! .. Aku
berteriak, tetapi orang itu berkata, “Belum !!” Lalu ia mulai menyodok
dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop! Teriakku lagi, tapi orang ini
tidak menghiraukanku serta masih saja meninjuku, menekan-nekan aku
dengan tangannya hingga kadang2 aku gepeng, kembung dan sebagainya.
Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalm perapian. Panas!!
Panas!! teriakku dengan keras. Stop!! Cukup!! Teriakku lagi.”

“Orang itu tidak menghiraukan penderitaanku. Akhirnya, ia mengangkat
aku dari perapian itu dan membiarkan aku menjadi dingin. Aku pikir,
inilah akhir penderitaanku. Tapi ternyata … !!! Belum .. !!! AKu
diberikan kepada seorang wanita yang memberikan warna kepada seluruh
tubuhku. Bahan pewarna berbau menusuk dan sangat lengket sehingga
membuatku sangat tersiksa. Stop! Stop! Aku berteriak dengan putus asa.
” Belum !!”, kata wanita itu, bahkan kemudian aku diberikan kepada
seorang pria yang kembali memasukkan aku ke dalam api yang panas dan
membakar!! Bahkan lebih panas dari api yg sebelumnya. Tolong !!
Hentikan penyiksaan ini !! Sambil menangis aku berteriak sekuat2nya.
Namun orang tersebut tetap membakarku, hingga lama kemudian baru aku
diangkat dari api dan dibiarkan dingin dan membeku !!

Setelah benar2 dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan
menempatkan aku dekat kaca. Aku kemudian dapat melihat diriku. Aku
terkehut sekali !!! Aku hampir tidak percaya dengan apa yg kulihat,
karena dari pantulan kaca aku melihat diriku sebagai sebuah cangkir
yang sangat cantik !!! Semua penderitaan dan kesakitan yang aku derita
selama ini seakan-akan sirna, hilang tanpa bekas !! “

———— ——— ——— ——— ——— ——— -

Seperti itulah Tuhan Yang Maha Kuasa membentuk kita. Pada saat Dia
membentuk kita tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan dan
banyak air mata. Tetapi, itulah cara mengubah kita agar menjadi cantik
dan memancarkan kemuliaan-Nya.

Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam
berbagai cobaan, sebab Anda tau, bahwa ujian menghasilkan ketekunan.
Dan biarkanlah ketekunan itu memperolah buah yang matang supaya Anda
menjadi sempurna, utuh dan tak kekurangan suatu apapun. Apabila Anda
menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati karena Tuhan sedang membentuk
anda, walaupun pembentukan2 itu menyakitkan, tetapi setelah melalui
semua proses, Anda akan melihat bahwa Anda bisa lebih cantik dari
cantik yang tercantik sekalipun !!

Keep Your Faith To The God …. ! No else !